Tampilkan postingan dengan label Toleransi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Toleransi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 28 April 2017

Bersinergi dengan KPPPA, Fatayat NU Launching Program Gelatik

Jakarta, Duta Islam Nusantara. Pengurus Pusat (PP) Fatayat Nahdhatul Ulama (NU) melaunching program Gerakan Perlindungan Anak dari Tindak Kekerasan yang disingkat Gelatik. Kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Sari Pan Pasific, Senin (19/9) ini dihadiri pihak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) serta perwakilan organisasi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Dalam sambutannya, Ketua PP Fatayat NU, Anggia Ermarini menjelaskan, program Gelatik dilatarbelakangi maraknya tindak kekerasan yang menimpa anak akhir-akhir ini. Apalagi, sebagai organisasi Fatayat NU juga fokus terhadap kasus-kasus sosial kemasyarakatan salah satunya terkait tindak kekerasan.

Bersinergi dengan KPPPA, Fatayat NU Launching Program Gelatik (Sumber Gambar : Nu Online)
Bersinergi dengan KPPPA, Fatayat NU Launching Program Gelatik (Sumber Gambar : Nu Online)


Bersinergi dengan KPPPA, Fatayat NU Launching Program Gelatik

"Sejak terbentuk memang Fatayat jelas fokus terhadap masalah sosial yang ada. Kali ini, kami khusus memprogramkan Gelatik agar anggota-anggota Fatayat hingga tingkat Pengurus Anak Ranting turut serta melindungi anak-anak dari kekerasan," ujarnya.

Ditambahkan, sementara ini sebagai langkah awal akan program Gelatik akan dilakukan di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Lampung Timur sebagai pelopor awal. "Rencana ke depan semoga bisa menyeluruh ke semua tingkatan pengurus Fatayat NU," imbuhnya.

Duta Islam Nusantara

Duta Islam Nusantara

Selain launching program, juga dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan KPPPA sebagai tindaklanjut program dalam jangka panjang serta turut serta mengantisipasi masalah kekerasan di Indonesia.

Sementara itu, Deputi Perlindungan Anak KPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu mengapresiasi kegiatan yang diprogramkan pihak PP Fatayat NU. Selain itu, pihaknya juga mengharapkan partisipasi semua elemen untuk menanggulangi masalah kekerasan ini.

"Selama ini, pihak KPPPA sudah mencanangkan berbagai program mulai Kota Layak Anak (KLA) hingga Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang melibatkan langsung masyarakat dari semua tingkatan," ujarnya.

Dia yakin, kesadaran untuk menjaga anak sebenarnya menjadi tanggung jawab bersama sehingga harus bersinergi. "Selama ini, masalah-masalah anak terjadi karena orang tua kurang peduli, anak yang tak mampu memahami situasi hingga kurangnya komunikasi antar keluarga," jelasnya. (Mahbib Khoiron)

Dari (Nasional) Nu Online: http://www.nu.or.id/post/read/71347/bersinergi-dengan-kpppa-fatayat-nu-launching-program-gelatik-

Sabtu, 13 Februari 2016

Alasan Gus Dur Mengembalikan Cina ke Agama Nenek Moyang

Duta Islam Nusantara - Semasa jadi wartawan di Semarang, Ichwan DS, salah seorang aktivis NU Jateng mengaku kalau gerakan kristenisasi sangat masif bergerak sejak dulu, terutama di kawasan Kauman, Pecinan, Semarang Utara, Semarang Timur, Semarang Barat dan Gayamsari.

Kesimpulan Ichwan bukan omong kosong, ia langsung mendapatkan keterangan dari para pelaku misi kristenisasi di Semarang saat itu. "Ada yang digerakkan dari gereja. Ada yang diorganisir Yayasan Soegijapranata, yang hebat ya yang diorganisir yayasan tersebut. Dana dan SDM-nya tak terbatas," katanya kepada Duta Islam Nusantara di Semarang, Selasa (6/12/2016).

Dana yang didapatkan oleh misionaris kristenisasi tersebut, lanjut Ichwan, didapatkan dari orang Cina yang beragama Kristen, pilihan agama resmi yang banyak dipeluk warga Cina Pribumi karena paksaan politik Orde Baru.

Oleh pelaku gerakan kristenisasi, orang-orang kaya dari etnis Cina diminta untuk menyetorkan uang demi glorifikasi, mengkristenkan wilayah targetnya, "selama orang Cina di Semarang memeluk Kristen, mereka diharuskan setor uang yang banyak ke gereja," tutur Ichwan yang juga pengurus LTN NU Jateng tersebut.

Ichwan justru mengapresiasi kebijakan Gus Dur waktu jadi presiden yang berhasil mengembalikan hak orang Cina Tionghoa untuk memeluk agama nenek luhur mereka, Kong Hu Chu dan Budha. Ini yang disebut sebagai langkah cerdas Gus Dur memotong aliran dana kristenisasi dan sekaligus memberikan persamaan hak pribumi Tionghoa di Indonesia.

"Dengan kembalinya orang Cina ke agama nenek moyang, dana kristenisasi sangat jauh berkurang. Dan Islam semakin selamat karena Agama Konghuchu maupun Budha itu bukan agama misi," imbuh Ichwan. Sayangnya, langkah strategis Gus Dur tersebut disalahpahami oleh kalangan sumbu pendek dari umat Islam sendiri.

"Orang-orang sumbu pendek di FPI maupun wahabi begitu keji menuduh Gus Dur sebagai kongsinya Kristen, Yahudi, Cina dan sebagainya. Habib Riziq Sihab bahkan menyebut Gus Dur orang buta mata dan buta hati, orang liberal dan pencampur aqidah," terang Ichwan. [Duta Islam Nusantara]

Dari : http://www.dutaislam.com/2016/12/alasan-gus-dur-mengembalikan-cina-ke-agama-nenek-moyang.html

Kamis, 24 April 2014

M Kholil Pimpin GP Ansor Jepara

Jepara, Duta Islam Nusantara. Muhammad Kholil yang terpilih menjadi Ketua dalam Konferensi Cabang (Konfercab) di Gedung NU Jepara, Ahad (2/6) akan memimpin Pimpinan Cabang GP Ansor Kabupaten Jepara 4 tahun mendatang.

Kholil, mantan ketua PAC GP Ansor Jepara Kota 2009-2012 didukung 8 PAC sedangkan Balon lain yang mengundurkan H Jazeri Ali mendapat dukungan dari 3 PAC. Sehingga ia terpilih menjadi ketua secara aklamasi. Dua nama lain yang tidak lolos menjadi Balon karena hanya mendapat dukungan dari 1 PAC adalah Fuad Hasyim dan Lukman Hakim.

M Kholil Pimpin GP Ansor Jepara (Sumber Gambar : Nu Online)
M Kholil Pimpin GP Ansor Jepara (Sumber Gambar : Nu Online)


M Kholil Pimpin GP Ansor Jepara

Usai terpilih, pria kelahiran Jepara 27 Februari 1976 itu menentukan koordinator tim formatur yang akan melengkapi kepengurusan GP Ansor Jepara 2013-2017 dari 4 wilayah. Wilayah 1 yang meliputi Kecamatan Donorojo, Keling, Bangsri dan Kembang sebagai koordinatornya Zainuddin Ali.

Duta Islam Nusantara

Wilayah 2 Kecamatan Jepara, Mlonggo, Pakis Aji dan Tahunan dengan koordinator Rasyid. Wilayah berikutnya meliputi Kecamatan Kedung, Pecangaan, Batealit sebagai koordinator Lukman Hakim dan wilayah 4 mencakup kecamatan Nalumsari, Welahan dan Kalinyamatan koordinatornya Umam.

Duta Islam Nusantara

Meskipun terpilih menjadi ketua, ia menyatakan bukan satu-satunya kader yang terbaik. Saya bukanlah satu-satunya kader yang terbaik. Tetapi dengan dukungan sahabat-sahabat semua GP Ansor Jepara akan menjadi tambah lebih baik, katanya.

Hal itu sejalan dengan harapan Kholil 4 tahun kedepan yakni akan menjadikan Ansor Jepara yang sudah baik menjadi lebih baik lagi.

Redaktur : Abdullah Alawi

Kontributor : Syaiful Mustaqim

Dari (Daerah) Nu Online: http://www.nu.or.id/post/read/44910/m-kholil-pimpin-gp-ansor-jepara

Kamis, 25 Juli 2013

Indra J. Piliang: Hinaan Grafis Buya Syafii Maarif Serangan Kaum Tagut

Duta Islam Nusantara - Ini adalah rangkuman dari rangkuman twit Indra J. Piliang yang membela Buya Syafi'i Maarif dari serangan-serangan orang yang membencinya, -bahkan kadernya sendiri,- hanya karena beda pendapat, sebagaimana telah ditulis Duta Islam pada laporan: Buya Syafi'i: Dalam Kondisi Ketidakwarasan Seperti ini, Saya Rindu Gus Dur.

Sedih saya melihat Buya Sjafii Maarif diberlakukan seperti ini. Beliau setahu saya orang yang tidak gila kuasa. Ditawari macam-macam, beliau tak mau. Keberpihakan Buya Syafii Maarif terhadap pluralisme adalah bagian dari sejarah hidupnya. Ia sejak kecil tinggal dengan ibunya, hidup bersama etek nya (bahasa Minang, artinya tante).

Sampai Buya Syafii Maarif jadi tokoh nasional, kampungnya pun belum dialiri listrik. Hampir sama dengan kampung masa kecil saya, listrik (baru) ada tahun 2002. Buya Syafii Maarif terlambat masuk bangku kuliah, terlambat jadi Sarjana Muda, dll, karena membanting tulang sebagai anak rantau. Ia (bekerja sebagai) mekanik juga.

Indra J. Piliang: Hinaan Grafis Buya Syafii Maarif Serangan Kaum Tagut - Duta Islam Nusantara
Indra J. Piliang: Hinaan Grafis Buya Syafii Maarif Serangan Kaum Tagut - Duta Islam Nusantara


Indra J. Piliang: Hinaan Grafis Buya Syafii Maarif Serangan Kaum Tagut

Riwayat hidup Buya Syafii Maarif tidak dibentuk lewat perkoncoan, perca 1oan, apalagi perbualan politik. Ia andalkan delapan kerat tulangnya. Buya Syafii Maarif tidak menghamba kepada konglomerat manapun. Ia lebih senang hidup sebagai seorang guru, seorang pendidik, seorang pecinta ilmu.

Apa setelah jadi Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif lantas pindah jadi warga DKI Jakarta? Apa ter0mpahnya sering terlihat di pintu Istana?

Duta Islam Nusantara

Kesederhanaan Buya Syafii Maarif ini mirip dengan almarhum Ketua Umum DPP Partai Gerindra (Suhardi) yang rumahnya pun tiris itu. Kesederhanaan angkringan ala Yogya.

Duta Islam Nusantara

Apa Buya Sjafii Maarif punya rumah di area-area elit Jakarta? Apa Buya punya is3 simpanan? Apa Buya naik mobil-mobil mewah? Apa tubuhnya penuh lemak?

M3me-m3me (hinaan gambar grafis) yang dibuat untuk Buya Syafii Maarif menurut saya sangat tidak pantas, tidak etis. Amoral! Gambar-gambar itu seperti serangan kaum thogut (makar) kepada orang-orang yang berprinsip.

Contoh hinaan thaghut Buya Syafii Maarif

Sudah berapa ratus anak-anak muda negeri ini yang dapat beasiswa atas tandatangan dan rekomendasi Buya Syafii Maarif? Apa ia sosok orang loba dan tamak?

Tabur-angsa-Ng (mudah marah) juga saya dengan cara-cara buruk dan jauh lebih busuk dari berjenis serangan terhadap Buya Sjafii Maarif. Mau saja diadu domba orang-orang tak berakalbudi! Buya Syafii Maarif hanya memberikan pendapatnya. Ia juga bukan tipikal saksi-saksi ahli yang dibayar ratusan juta di muka sidang-sidang sengketa pilkada!

Apa Buya Syafii Maarif pernah terlihat kongkow-kongkow di hotel-hotel mewah, dikawal orang-orang bersafari dan per empu an-per empu an berparfuuum menyengat hidung, bermewah-mewah?

Apa Buya Syafii Maarif pernah terbaca muncul dalam iklan-iklan untuk bepergian ke tanah suci; dengan biaya mahal, kursi eksekutif, hotel bintang lima?

Apa kaki Buya Syafii Maarif terlihat jarang menyentuh tanah, dikawal dari satu forum ke forum lain, naik helikopter, dengan manajemen eksekutif?

Apa Buya Syafii Maarif pernah terdengar menentukan tarifnya, ketika diundang ceramah agama atau ilmu pengetahuan, di suatu tempat?

Apa Buya Syafii Maarif dengan mudah menyimpan nomor-nomor telepon para pejabat pusat dan daerah, lalu dengan mudah juga memenuhi undangan-undangan yang bukan tabligh ilmu?

Sejak kapan berbeda pendapat adalah bagian dari upaya membunuh karakter seseorang, menyatakan kebencian, hingga mengh1na seseorang di negeri ini?

Tirulah sikap Buya HAMKA yang sengit berdebat dengan Mangaradja Onggang Parlindungan tentang Tuanku Rao. Walau keduanya perang opini, mereka satu shaf! Buya HAMKA dan Mangaradja Onggang Parlindungan yang 'perang' dengan menulis buku tentang Tuanku Rao itu, sering terlihat sholat berdua di Masjid Al Azhar.

Tirulah Buya M Natsir (Masyumi) dan IJ Kasimo (Partai Katolik) yang saling mengantar pulang, saling menggendong cucu, setelah debat di Konstituante.

Apa debat yang paling hebat pascakemerdekaan, selain soal azas negara Indonesia? Apa tokoh-tokohnya saling menghasut setelah debat seru di mimbar?

Singa-singa podium yang muncul dalam sidang-sidang Dewan Konstituante itu apa saling menebar isu insuniatif tentang lawan-lawan debat yang berbeda dengannya?

Jika almarhum Buya HAMKA masih hidup, saya yakin beliau akan sangat resah dengan cara-cara tidak beradab yang digerakkan untuk memusuhi Buya Syafii Maarif.

Buya Syafii Maarif tidak punya laskar, tidak punya pasukan berani mati, tidak punya pengawal bersenjata. Ia tak akan membalas caci4n orang-orang. Buya Syafii Maarif tidak akan tabur-ngs4-ng, reaktif, dengan langsung melaporkan pihak-pihak yang membuat hinaan2 yang disebarkan jadi viral di media sosial.

Berkacalah di cermin, lalu lihat wajah Anda sendiri, sebelum dengan mudah memberi sinyal ke publik betapa Anda lebih baik dari Buya Syafii Maarif. [Duta Islam Nusantara]

Dari : http://www.dutaislam.com/2016/11/indra-j-piliang-hinaan-grafis-buya-syafii-maarif-serangan-kaum-tagut.html

Jumat, 26 Agustus 2011

KH Abdul Hamid Pasuruan Bukan Wali Tiban oleh Gus Mus

Berikut aku turunkan Kata-Pengantarku atas Buku Biografi salah seorang tokoh idolaku, Almarhum walmaghfur lah KH. A. Hamid Pasuruan; barangkali ada yang belum membaca buku Biografi tersebut. Semoga manfaat.

Mungkin banyak orang yang tidak tahu bahwa shahabat Umar Ibn Khatthab (40 S.H. – 23 H.) itu “faqih” mujtahid dan fatwa-fatwanya dibukukan orang dan dikenal sebagai fiqh Umar. Mungkin juga tak banyak yang tahu bahwa khalifah kedua ini muhdats (gampangnya, wali besar menurut istilah di kita sekarang).

KH Abdul Hamid Pasuruan Bukan Wali Tiban oleh Gus Mus - Duta Islam Nusantara
KH Abdul Hamid Pasuruan Bukan Wali Tiban oleh Gus Mus - Duta Islam Nusantara


KH Abdul Hamid Pasuruan Bukan Wali Tiban oleh Gus Mus



KH Abdul Hamid Pasuruan Bukan Wali Tiban oleh Gus Mus - Duta Islam Nusantara
KH Abdul Hamid Pasuruan Bukan Wali Tiban oleh Gus Mus - Duta Islam Nusantara


KH Abdul Hamid Pasuruan Bukan Wali Tiban oleh Gus Mus

Beliau pernah mengomando pasukan muslimin yang berada di luar negeri cukup dari mimbar mesjid di Madinah; pernah menyurati dan mengancam sungai Nil di Mesir yang banyak tingkah, hingga ‘nurut’ –memberi manfaat manusia tanpa minta imbalan korban perawan seperti semula-- sampai sekarang ini; sering dengan firasatnya, shahabat Umar menyelamatkan orang. Bahkan khalifah yang pertama-tama dijuluki Amirul mukminin ini, pendapatnya sering selaras dengan wahyu yang turun kemudian kepada Rasulullah SAW (Misalnya pendapat beliau tentang tawanan Badr, tentang pelarangan khamr, tentang adzan, dsb.).

Namun manaqibnya jarang atau mungkin malah tidak pernah dibaca orang. Umumnya orang hanya mengenal beliau sebagai pemimpin yang al-Qawwiyul Amien, yang kuat dan amanah. Pemimpin kelas dunia (bahkan Michael Hart memasukkan beliau dalam 100 tokoh paling berpengaruh di dunia) yang sering di elu-elukan sebagai Bapak Demokrasi yang penuh toleransi.

Boleh jadi juga banyak yang tidak tahu bahwa sahabat Abu Bakar Siddieq (51 S.H. – 13 H.) adalah waliyullah paling besar sepanjang zaman. Kebesarannya tampak sekali saat Rasulullah SAW wafat. Ketika semua orang, bahkan shahabat Umar yang perkasa, terpukul dan panik penuh ketidakpercayaan, Sahabat Abu Bakar –yang pasti paling sedih dan paling merasa kehilangan dengan wafatnya sang kekasih agung itu—sedikit pun tidak kelihatan guncang, apalagi kehilangan keseimbangan.

Sahabat nomor wahid itu bahkan masih sempat mengingatkan shahabat Umar dan yang lain tentang firman Allah, Wamaa Muhammadun illa Rasuul qad khalat min qablihir rusul …yaitu bahwa betapa pun besarnya Muhammad SAW dia tetap manusia yang bisa mati. Hanya Allah yang hidup dan tak mati. “Man kaana ya’budu Muhammadan fainna Muhammadan qad maat; waman ya’buduLlaaha fainnaLlaha Hayyun la yamuut;” kata beliau saat itu menyadarkan shahabat Umar dan yang lain.

Wali mana yang lebih besar dari orang yang disebut Rasulullah SAW sebagai kekasihnya, Abu Bakar Shiddiq ini? Sebagaimana shahabat Umar, juga jarang yang mengingat bahwa shahabat Abu Bakar juga mujtahid dalam arti yang sesungguhnya. Umumnya orang hanya mengenal shahabat abu Bakar sebagai shahabat yang mulia budi bahasanya, negarawan dan khalifah pertama Khulafa-ur Rasyidien.

Demikian pula shahabat-shahabat besar yang lain seperti sayyidina Utsman Ibn ‘Affan (47 S.H. – 35 H.) dan sayyidina Ali Ibn Abi Thalib (W. 40 H.), kebanyakan orang hanya mengenal sebagian dari sosok mereka yang paling menonjol; sehingga sisi-sisi kelebihan yang lain bahkan sering terlupakan. Dalam kitabnya Thabaqaat al-Fuqahaa, imam Abu Ishaq as-Syairazy menempatkan Khulafa-ur Rasyidien –secara berurutan-- di deretan pertama tokoh-tokoh faqih dunia. Tapi siapakah yang tersadar bahwa tokoh-tokoh khulafa itu ‘ahli fiqh’ juga?

Hal yang sama, dengan pencitraan yang berbeda-beda, terjadi pada tokoh-tokoh berikutnya. Imam Syafi’i (150 H.- 204 H.) misalnya, karena sudah terlanjur beken di bidang fiqh, apalagi menciptakan kaidah fiqh yang sangat jenius dan spektakuler, banyak orang yang lupa bahwa beliau sebenarnya juga menguasai ilmu hadis dan sastrawan yang handal; beliau mempunyai antologi puisi yang kemudian dikenal dengan Diewan Asy-Syafi’i. Lebih sedikit lagi yang tahu bahwa Muhammad Ibn Idris ini juga mengerti tentang musik. Setiap orang berbicara tentang imam Syafi’i boleh dikata hanya sebagai sosok faqih mujtahid belaka.

Lebih malang lagi adalah imam Ibn Taimiyah yang hanya gara-gara kemononjolannya dalam hal menentang tawassul, oleh sebagian banyak orang –khususnya pengagum Imam Ghazaly—ditolak seluruh pemikirannya dan tidak dianggap sebagai imam yang alim dan mumpuni.

Syeikh Abdul Qadir Jailany (atau Jiely atau Kailany, 470-561 H. ) yang dijuluki Sulthaanul ‘Auliyaa, Raja Para Wali, barangkali tak banyak yang mengetahui bahwa beliau sebenarnya menguasai tidak kurang dari 12 ilmu. Beliau mengajar ilmu-ilmu Qira'ah, Tafsir, Hadis, Perbandingan madzhab, Ushuluddin, Ushul Fiqh, Nahwu, dlsb. Belia berfatwa menurut madzhab Syafi’i dan Hanbali. Namun karena orang melihat sosok akhlaknya yang sangat menonjol, maka orang pun hanya melihatnya sebagai seorang sufi atau wali besar.

Demikianlah umumnya tokoh besar, sering ‘divonis’ harus menjadi ‘hanya sebagai’ atau ‘dikurangi’ kebesarannya oleh citra kebesarannya sendiri yang menonjol. Masyarakat tentu sulit diharapkan akan dapat melihat kebesaran seseorang tokoh secara utuh, paripurna; karena justru masyarakatlah yang pertama-tama terperangkap dalam sisi kebesaran yang menonjol dari sang tokoh dan kemudian tidak bisa melepaskan diri. Karena bagi mereka cukuplah apa yang mereka ketahui dari sang tokoh itu sebagai keutuhan kebesarannya. Barangkali disinilah pentingnya buku biografi seperti yang sekarang ada di tangan Anda. Biografi Almarhum wal maghfurlah Kiai Haji Abdul Hamid yang dikenal dengan Kiai Hamid Pasuruan ini.

***

Saya ‘mengenal’ secara pribadi sosok Kiai Abdul Hamid, ketika saya masih tergolong remaja, sekitar tahun 60-an. Ketika itu saya dibawa ayah saya, KH Bisri Mustofa, ke suatu acara di Lasem. Memang sudah menjadi kebiasaan ayah, bila bertemu atau akan bertemu kiai-kiai, sedapat mungkin mengajak anak-anaknya untuk diperkenalkan dan dimintakan doa-restu. Saya kira ini memang merupakan kebiasaan setiap kiai tempo doeloe.

Waktu itu, di samping Kiai Hamid, ada Mbah Baidlawi, Mbah Maksum, dan kiai-kiai sepuh lain. Dengan mbah Baidlawi dan mbah Maksum, saya sudah sering ketemu, ketika beliau-beliau itu tindak Rembang, atau saya dibawa ayah sowan ke Lasem. Dengan kiai Hamid baru ketika itulah saya melihatnya. Wajahnya sangat rupawan. Seperti banyak kiai, ada rona ke-Arab-an dalam wajah rupawan itu. Matanya yang teduh bagai telaga dan mulutnya yang seperti senantiasa tersenyum, menebarkan pengaruh kedamaian kepada siapa pun yang memandangnya.

Ayah saya berkata kepada Kiai Hamid, “Ini anak saya Mustofa, Sampeyan suwuk!” Dan tanpa terduga-duga, tiba-tiba, kiai kharismatik itu mencengkeram dada saya sambil mengulang-ulang dengan suara lembut: “Waladush-shalih, shalih! Waladush-shalih, shalih!”. Telinga saya menangkap ucapan itu bukan sebagai suwuk, tapi cambuk yang terus terngiang; persis seperti tulisan ayah saya sendiri di notes saya: “Liyakun waladul asadi syiblan laa hirratan.” (“Anak singa seharusnya singa, bukan kucing!”). Apalagi dalam beberapa kali petemuan selanjutnya, cengkeraman pada dada dan ucapan lembut itu selalu beliau ulang-ulang. Tapi dalam hati, diam-diam saya selalu berharap cambuk itu benar-benar mengandung suwuk, doa restu.

Kemudian ketika saya sering berjumpa dalam berbagai kesempatan, apalagi setelah saya mulai mengenal putera-putera beliau –Gus Nu’man, Gus Nasih, dan Gus Idris— , Kiai Hamid pun menjadi salah satu tokoh idola saya yang istimewa. Pengertian idola ini, boleh jadi tidak sama persis dengan apa yang dipahami kebanyakan orang yang mengidolakan beliau. Biasanya orang hanya membicarakan dan mengagumi karomah beliau lalu dari sana, mereka mengharap berkah. Seolah-olah kehadiran Kiai Hamid –Allah yunawwir dhariihah— hanyalah sebagai ‘pemberi berkah’ kepada mereka yang menghajatkan berkah. Lalu beliau pun dijadikan inspirasi banyak santri muda yang –melihat dan mendengar karomah beliau-- ingin menjadi wali dengan jalan pintas. Padahal berkah beliau, paling tidak menurut saya –dengan alasan-alasan yang akan saya kemukakan melalui kisah-kisah di belakang—lebih dari itu.

Pernah suatu hari saya sowan ke kediaman beliau di Pasuruan. Berkat ‘kolusi’ dengan Gus Nu’man, saya bisa menghadap langsung empat mata di bagian dalam ndalem. Saya melihat manusia yang sangat manusia yang menghargai manusia sebagai manusia. Bayangkan saja; waktu itu ibaratnya beliau sudah merupakan punjer-nya tanah Jawa, dan beliau mentasyjie’ saya agar tidak sungkan duduk sebangku dengan beliau.

Ketawaduan, keramahan, dan kebapakan beliau, membuat kesungkanan saya sedikit demi sedikit mencair. Beliau bertanya tentang Rembang dan kabar orang-orang Rembang yang beliau kenal. Tak ada fatwa-fatwa atau nasihat-nasihat secara langsung, tapi saya mendapatkan banyak fatwa dan nasihat dalam pertemuan hampir satu jam itu, melalui sikap dan cerita-cerita beliau. Misalnya, beliau menghajar nafsu tamak saya dengan terus menerus merogoh saku-saku beliau dan mengeluarkan uang seolah-olah siap memberikannya kepada saya (Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa salah satu ‘hoby’ Kiai Hamid adalah membagi-bagikan uang). Atau ketika beliau bercerita tentang kawan Rembang-nya yang dapat saya tangkap intinya: setiap manusia mempunyai kelebihan di samping kekurangannya.

Ketika ‘krisis’ melanda NU di tahun 80-an, saya nderekke para rais NU Wilayah Jawa Tengah, Almarhum Kiai Ahmad Abdul Hamid Kendal, Almarhum Kiai A. Malik Demak, dan Kiai Sahal Machfudz Kajen, sowan ke kediaman kiai saya, Kiai Ali Maksum Krapyak Yogya –Allah yarhamuh—yang waktu itu Rais ‘Am. Kebetulan pada waktu itu Kiai Hamid sudah ada disana.

Seperti biasa dengan nada berkelakar, Pak Ali –demikian santri-santri Kiai Ali selalu memanggil beliau—berkata kepada Kiai Hamid: “Iki lho, Mustofa kandani, seneni!” (“Ini lho Mustofa dinasihati, marahi!”). Memang ketika itu saya sedang ada ‘polemik’ dengan kiai saya yang ‘liberal’ itu. Sekali lagi saya saksikan Kiai Hamid –dalam memenuhi permintaan sahabat-karibnya itu—dengan kelembutannya yang khas, hanya bercerita. “Saya tidak bisa bernasihat; mau menasihati apa? Tapi saya ingat dulu Syaikhuna …” demikian beliau memulai. Dan, masya Allah, dari cerita beliau, semua yang hadir merasa mendapat petuah yang sangat berharga; khususnya bagi kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat. Prinsip-prinsip penting organisasi, beliau sampaikan --dengan metode cerita— sama sekali tanpa nada indoktrinasi atau briefing; apalagi menggurui. Luar biasa!

Sengaja saya ceritakan beberapa pengalaman pertemuan saya dengan Kiai Hamid di atas, selain sebagai tahadduts bin-ni’mah, saya ingin menunjukkan bahwa beliau memiliki ‘karomah’ yang lain, yang lain dari yang dipahami banyak orang. Sebenarnya buku yang sekarang ada di tangan Anda, sudah cukup memberikan gambaran agak utuh tentang sosok beliau; khususnya yang berkaitan dengan sifat-sifat keteladanan beliau. Tentang penguasaan ilmu, akhlak, dan perhatian beliau terhadap umat. Pendek kata tentang hal-hal yang di masa kini sudah terbilang langka.

Yang kiranya masih perlu dibeber lebih luas adalah proses yang berlangsung, yang membentuk seorang santri Abdul Mu’thi menjadi Kiai Abdul Hamid. Tentang ketekunan beliau mengasah pikir dengan menimba ilmu; tentang perjuangan beliau mencemerlangkan batin dengan penerapan ilmu dalam amal dan mujahadah; dan kesabaran beliau dalam mencapai kearifan dengan terus belajar dari pergaulan yang luas dan pengalaman yang terhayati. Sehingga menjadi kiai yang mutabahhir, yang karenanya penuh kearifan, pengertian, dan tidak kagetan.

Kiai Hamid bukanlah ‘Wali Tiban’. ‘Wali Tiban’, kalau memang ada, tentu berpotensi kontroversial dalam masyarakat. Kiai Hamid tidak demikian. Beliau dianggap wali secara ‘muttafaq ‘alaih’. Bahkan ayah saya, Kiai Bisri Mustofa dan guru saya Kiai Ali Maksum –keduanya adalah kawan-karib Kiai Hamid-- yang paling sulit mempercayai adanya wali di zaman ini, harus mengakui, meskipun sebelumnya sering meledek kewalian kawan-karib mereka ini.

Banyak orang alim yang tidak mengajarkan secara tekun ilmunya dan tidak sedikit yang bahkan tidak mengamalkan ilmunya. Lebih banyak lagi orang yang tidak secara maksimal mengajarkan dan atau mengamalkan ilmunya. Sebagai contoh, banyak kiai yang menguasai ilmu bahasa dan sastra (Nahwu, sharaf, Balaghah, ‘Arudl, dsb.), namun jarang di antara mereka yang mengamalkannya bagi memproduksi karya sastra.

Kebanyakan mereka yang memiliki ilmu bahasa dan sastra itu menggunakannya ‘hanya’ untuk membaca kitab dan mengapresiasi, menghayati keindahan, kitab suci Al-Quran. Tentu tak banyak yang mengetahui bahwa salah satu peninggalan Kiai Hamid –rahimahuLlah—adalah naskah lengkap berupa antologi puisi.

Banyak kiai yang karena ke-amanah-annya mendidik santri, sering melupakan anak-anak mereka sendiri. Kiai Hamid, seperti bisa dibaca di buku biografi ini, bukan saja mendidik santri dan masyarakat, tapi juga sekaligus keluarganya sendiri.

Dari sosok yang sudah jadi Kiai Hamid, kita bisa menduga bahwa penghayatan dan pengamalan ilmu itu sudah beliau latih sejak masih nyantri. Demikian pula pergaulan luas yang membangun pribadi beliau, sudah beliau jalani sejak muda, sehingga beliau menjadi manusia utuh yang menghargai manusia sebagai manusia; bukan karena atribut tempelannya. Dan kesemuanya itu melahirkan kearifan yang dewasa ini sangat sulit dijumpai di kalangan tokoh-tokoh yang alim.

Waba’du; sebelum saya menulis pengantar ini, saya sudah salat sunah dua raka’at; namun saya masih tetap merasa tidak sopan dan tidak sepantasnya berbicara tentang Kiai Hamid seperti ini dan khawatir kalau-kalau beliau sendiri tidak berkenan. Kelembutan dan kearifan beliau seperti yang saya kenallah yang membuat saya berani menuruti permintaan Gus Idris dan pihak Yayasan Ma’had As-Saafiyah Pasuruan untuk menulis.

Semoga tulisan saya ini termasuk menuturkan kemuliaan orang salih yang dapat menurunkan rahmat Allah. Idz bidzikrihim tatanazalur rahamaat. Dan mudah-mudahan masyarakat tidak hanya mendapat berkah dari manakib beliau ini, tapi lebih jauh dapat menyerap suri tauladan mulia dari sierah dan perilaku beliau. Allahumma ‘nfa’naa bi’uluumihil qayyimah wa akhlaaqihil kariemah. Amin.

Rembang, 1 Shafar 1424 Oleh KH A. Mustofa Bisri 

Dari : http://www.dutaislam.com/2016/05/kh-abdul-hamid-pasuruan-bukan-wali-tiban.html

Senin, 11 Oktober 2010

PCNU Kepulauan Seribu Diminta Jaga Faham Aswaja

Jakarta, Duta Islam Nusantara. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Marsyudi Syuhud berpesan kepada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama agar mampu melindungi ideologi NU serta menjaga persatuan umat. Hal ini disampaikan saat melantik PCNU Kabupaten Kepulauan Seribu, di Gelanggang Olahraga Tidung, Pulau Seribu, Rabu (02/12).

Kiai Marsyudi mengatakan orang NU harus mampu, minimal menjaga ideologi NU dari arus ekstrimisme baik Barat maupun Timur. Lebih-lebih, para pengurus mampu memberikan solusi terkait masalah keagamaan kepada masyarakat sekitar.

PCNU Kepulauan Seribu Diminta Jaga Faham Aswaja (Sumber Gambar : Nu Online)
PCNU Kepulauan Seribu Diminta Jaga Faham Aswaja (Sumber Gambar : Nu Online)


PCNU Kepulauan Seribu Diminta Jaga Faham Aswaja

Di era perang ideologi yang saling menuding kelompok lain, NU harus hadir memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait persoalan agar masyarakat tidak keliru mengambil langkah, ungkapnya.

Duta Islam Nusantara

Lebih lanjut Kiai Marsyudi mengatakan bahwa dalam memilih program harus mampu memberi manfaat. Sehingga keberadaan Nahdlatul Ulama bisa dirasakan oleh masyarakat. Misalnya, kalaulah belum ada sekolah keagamaan, buatlah di sini. Jangan hanya meminta jabatan tetapi miskin kinerja, tambah Kiai Marsyudi, yang juga pengasuh Pesantren Darul Uchwah, Kebon Jeruk, Jakarta.

Ia menambahkan selain menjaga ideologi dari kelompok ekstrim, pengurus harus mampu menjaga persatuan umat. Pasalnya, karut marut yang ada di sekitar baik dari persoalan agama, ekonomi, pilkada serta lainnya adalah untuk saling mengadu domba. Sehingga, pandangan masyarakat sengaja dibentuk berbeda agar saling memusuhi.

Jangan mudah terprovokasi, hindarkanlah perpecahan dan jaga keutuhan umat, imbuhnya.

Duta Islam Nusantara

Turut hadir wakil sekretaris PBNU, Ishfah Abidal Aziz, pengurus PWNU DKI Jakarta, KH Rahimin. Selain melantik PCNU Kabupaten Kepulauan Seribu, juga dilantik pengurus para banom; Fatayat NU, Muslimat NU serta GP Ansor. (Faridurrahman/Mukafi Niam)

Dari (Nasional) Nu Online: http://www.nu.or.id/post/read/64052/pcnu-kepulauan-seribu-diminta-jaga-faham-aswaja

Duta Islam Nusantara

Senin, 26 Juli 2010

Bawa Kartanu, Lalu Daftar Beasiswa Supercamp SBMPTN 2017 ITS Surabaya

Duta Islam Nusantara - Bismillah, alhamdulillah, kini telah hadir Beasiswa Supercamp Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2017. Jika daftar di kampus ternama macam ITS Surabaya, maka, SBMPTN adalah "Ahlinya Masuk ITS dan Fakultas Kedokteran".

Beasiswa Supercamp VIII SBMPTN tahun 2017 ini memang dirancang oleh Lembaga Amil Zakat dan Infaq Al-Ma'un (Lazim) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Sepuluh November untuk memenuhi segala kebutuhan siswa/i SMA/SMK/MA dalam memasuki perguruan tinggi favorit di Indonesia.

Bawa Kartanu, Lalu Daftar Beasiswa Supercamp SBMPTN 2017 ITS Surabaya - Duta Islam Nusantara
Bawa Kartanu, Lalu Daftar Beasiswa Supercamp SBMPTN 2017 ITS Surabaya - Duta Islam Nusantara


Bawa Kartanu, Lalu Daftar Beasiswa Supercamp SBMPTN 2017 ITS Surabaya

Supercamp SBMPTN nyatanya sudah terbukti selama 7 tahun dan mampu mengantarkan siswa/i SMA/SMK/MA lulus seleksi masuk dan menerima beasiswa perkuliahan di seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia.

Duta Islam Nusantara

Bagi peserta disediakan asrama yang nyaman dan aman serta makan 3 kali sehari selama 40 hari.

Ada kegiatan outbound bermain sambil belajar dengan senang di luar asrama Supercamp Roadshow Campus serta kunjungan ke ITS dan universitas-universitas lain di Surabaya.

Catat, ini berkas persyaratan jika Anda ingin ikut SBMPTN:

Duta Islam Nusantara

Kartu Tanda Peserta Bidikmisi/SKTM (mencantumkan penghasilan orangtua)

Kartu Anggota NU (KARTANU), Banom NU atau Surat Keterangan dari Pengurus NU Setempat

Pas Photo 4 x 6

Kartu Tanda Pelajar

Kartu SNMPTN

Raport Semester 3, 4, dan 5 Deadline pengisian formulir online:

19 Februari 2017 - 19 Maret 2017

Untuk mengikuti informasi detail, selengkapnya silakan:

Klik http://supercamp.id

Contact person : 081515569308

Alamat panitia: PMII Sepuluh Nopember, Keputih Gg. III B No.3 Sukolilo Surabaya. Ingat, wajib membawa Kartu Anggota NU (Kartanu) karena beasiswa Supercamp ini diselenggarakan oleh Lembaga Amil Zakat dan Infaq Al-Ma'un (Lazim) bersama sahabat-sahabat PMII Sepuluh Nopember Surabaya.

Informasikan Beasiswa Supercamp 2017 ini kepada saudara, tetangga, grup/komunitas muslim, jamiyyah Anda. Semoga menjadi amal jariyah kita semua. Amin. [Duta Islam Nusantara]

Dari : http://www.dutaislam.com/2017/02/bawa-kartanu-lalu-daftar-beasiswa-supercamp-sbmptn-2017-its-surabaya.html

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Duta Islam Nusantara sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Duta Islam Nusantara. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Duta Islam Nusantara dengan nyaman.


Nonaktifkan Adblock